Oleh : Pratiwi Budi Utami
Belum lama ini kampus kita Universitas Sultan Ageng Tirtayasa telah digegerkan dengan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa menyambut kedatangan wakil presiden Republik Indonesia periode baru ini yaitu Boediono.
Aksi ini terjadi di depan kampus Untirta Serang sekitar pukul 10.00 WIB. Aksi ini bertepatan dengan perayanan Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 2009. Pada saat mahasiswa sedang beraktivitas belajar mengajar seperti biasa telah dikagetkan oleh kericuhan antara mahasiswa kita dengan aparat polisi kota Serang provinsi Banten. Aksi ini mengakibatkan jatuhnya banyak korban dari kalangan mahasiswa sendiri termasuk mahasiswa yang tidak ikut dalam aksi demonstrasi ini.
Latar belakang dari aksi ini adalah penolakan terhadap datangnya wakil presiden Boediono ke Alun-alun Serang dalam rangka menghadiri upacara perayaan Sumpah Pemuda. Namun kehadirannya ditolak oleh sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam suatu organisasi kritis di kampus kita.
Selain itu kericuhan ini timbul dari sikap anarki para polisi dalam menertibkan para demonstrasi. Aksi ini mengganggu lalu lintas karena mengakibatkan kemacetan. Kemacetan ini menurunkan pasukan polisi untuk mengawasi dan menertibkan aksi. Adanya perlawanan dari para demonstran yang semuanya adalah mahasiswa ini mengakibatkan polisi geram dan panas yang mengakibatkan polisi bertindak anarki. Polisi mengeluarkan senjata pentungan dan pelindung karena mahasiswa melempari batu-batu sedangkan polisi memukul para demonstran dengan pentungan.
Korban-korban dari mahasiswa itu sendiri banyak berjatuhan, salah satunya mahasiswa kita yang menjadi demonstran jg terkena cidera pada bagian kepala dan adapula yang pingsan. Kejadian ini juga merugikan para pengguna jalan yang terjebak kemacetan atas kericuhan ini, para mahasiswa yang menjalankan kegiatan di masjid dan depan gedung rektorat.
Bahkan salah satu saksi mata mengatakan bahwa mahasiswa yang berada di lingkungan masjid kampus terkena imbas dari aksi ini. Korban dipukul oleh mahasiswa kita yang menjadi demonstran tersebut dikarenakan tidak membantu melawan pasukan polisi. Begitu tutur salah seorang saksi mata tersebut.
Bahkan aksi serupa tidak hanya terjadi di kampus kita saja, aksi ini dilakukan pula oleh sekelompok mahasiswa lain di berbeda tempat di hari yang sama dan juga mengakibatkan kericuhan..
Sungguh ironis. Perayaan hari Sumpah Pemuda yang seharusnya diisi dengan berbagai perubahan, pembaharuan dan kemajuan dari generasi muda telah dinodai dengan adanya aksi brutal yang dilakukan oleh mahasiswa yang seharusnya menjadi panutan dan harapan bangsa.
Kebrutalan aksi yang dilakukan segenap barisan mahasiswa tersebut bukanlah suatu tindakan yang sesuai oleh kepribadian pemuda Negara kita ini Republik Indonesia. Mahasiswa yang seharusnya memjadi panutan bagi generasi- generasi muda lainnya namun dengan yang mereka lakukan ini malah mencoreng nama baik mahasiswa dan kampus tercinta kita.
Sebagai mahasiswa memang dituntut mempunyai jiwa yang kritis namun kritis bukanlah brutal dan seenaknya sendiri. Semua mempunyai aturan dan norma sebagaimana jiwa kita sebagai rakyat Republik Indonesia yang mempunyai pedoman Pancasila dan aturan yang di atur oleh Undang-undang Dasar.
Mahasiswa adalah seorang yang dewasa. Mempunyai pikiran yang seharusnya dapat membatasi perilaku kita. Kebrutalan suatu perilaku menyimpang sosial dan teramat tidak pantas untuk mahasiswa apalagi sekelompok.
Pemuda Indonesia memperjuangkan Negara kita ini dengan jalan demokrasi dan mufakat terlebih dahulu. Mereka lebih memutar otak mereka dibanding emosi dan otot. Perilaku ini yang seharusnya dicontoh oleh mahasiswa kita sekarang ini. Apabila jalan mufakat tidak didengar barulah kita mengambil jalan demonstrasi tetapi bukan dengan kebrutalan yang menampilkan adegan kekerasan dan menghasillkan banyak korban berjatuhan.
Dengan korban berjatuhan bukanlah titik kepuasan yang didapat dari demonstrasi dan hasil kekecewaan atas datangnya Boediono ke Serang tetapi hanyalah sebuah tindakan yang sia-sia tanpa mengahasilkan suatu jawaban dari keinginan kita untuk dicapai.
Suatu penyimpangan perilaku dapat disembuhkan dengan salah satu faktor yaitu suatu pemikiran positif. Faktor ini harus dijalankan dari dalam diri sendiri. Mahasiswa sudah dapat dikatakan sebagai pribadi dewasa dan sudah mengetahui letak positif dan negatif sehingga penyimpangan perilaku ini dapat disembuhkan.
Faktor lain yang bisa kita ambil dari penyimpangan perilaku di dalam kasus kebrutalan adalah sistem pengendalian sosial seperti adanya hukum yang memberikan suatu sanksi bagi yang melakukannya. Untuk ukuran suatu kasus kebrutalan sekelompok mahasiswa ini mungkin kurang dianggap penting untuk diberikan suatu aturan hukum dan sanksi. Tetapi kasus ini mempunyai pengaruh penting untuk perkembangan generasi muda kita.
Pengendalian sosial yang dimaksud dalam pemecahan kasus ini adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat sosial untuk menertibkan para pembangkang. Masyarakat yang dimaksud disini adalah sekelompok orang yang didalamnya telah mempunyai peraturan-peraturan yang tertulis dan tidak tertulis ataupun lisan. Dan didalamnya mempunyai badan pengawas dan badan yang berhak mengadili.
Sebagai contoh di lingkungan kampus kita, di kampus kita juga mempunyai peraturan-peraturan yang harus ditaati para mahasiswanya. Dan kampus pun mempunyai badan pengawas yaitu fakultas dan badan pemberi sanksi adalah universitas dari rapat pleno dengan fakultas dan jurusan yang bersangkutan.
Dapat disimpulkan dari kasus kebrutalan yang dilakukan para mahasiswa kita dapat diberantas dengan sikap pengendalian tersebut.
*mahasiswa FISIP Ilmu Komunikasi’09 REG-IB Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
No comments:
Post a Comment